HK News

Foto

Proyek Mercusuar Harus Diawali Dengan Pematangan Pemanfaatan Produksi Lokal

TARAKAN - Praktisi dan Akademisi Ekonomi Universitas Borneo Tarakan (UBT) Dr. Margiyono, SE, M.Si menilai, saat ini Kaltara mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup besar dengan presentase 3 sampai 4 persen setiap tahunnya. Sehingga ia memandang proyek mercusuar sangat tepat dalam mengikuti jumlah perkembangan penduduk saat ini.

"Pertama pertumbuhan penduduk Kaltara cukup besar dari segi presentase dengan mendekati 3 sampai 4 persen dari jumlah penduduknya. Pertumbuhan penduduk ini tentu membutuhkan ketersediaan pangan yang lebih banyak, membutuhkan ketersediaan fasilitas yang terus bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang penduduknya terus meningkat, tidak ada cara lain selain harus meningkatkan kemampuan perekonomian Kaltara, kemampuan pertumbuhan ekonomi dan kemampuan belanja pemerintah baik Kabupaten Kota maupun provinsi," terangnya (14/2).

Masuknya pandemi 2020 memberi pukulan ekonomi bagi kaltara. Sehingga hal itu membuat penyusutan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,11 persen di tahun 2020. Meski demikian, keoptimisan pemerintah di tahun ini untuk kembali mengulang kesuksesan pertumbuhan seperti 2 tahun lalu, agaknya harus dikaji ulang jika dalam waktu bersamaan juga ingin mengembangkan proyek pembangunan mercusuar.

Menurutnya, proyek mercusuar seharusnya dapat dilandasi dengan pondasi yang paling mendasar agar nantinya progres pembangunan dapat berjalan mulus. Mengingat di tahun 2019, keberhasilan pertumbuhan ekonomi yang berasal dari kontruksi dan aktivitas ekspor impor tidak dapat diserap cukup maksimal.

"Meski saat ini kita masih mengalami pandemi covid-19, tapi di tahun 2020 kita mengalami pandemi yang berdampak cukup besar bagi aktivitas. Sehingga pertumbuhan ekonomi di Kaltara mengalami keterpurukan atau kontraksi dengan minus 1,11 persen. Kalau misalnya kita masih bernostalgia dengan pertumbuhan ekonomi di tahun 2019, sebesar 6,91 persen, itu pun sebenarnya pertumbuhan sebesar 6,91 itu di dalamnya memiliki persoalan. Kalau kita melihat dari sisi produksi, disumbang oleh sektor kontruksi. Sektor konstruksinya memang tumbuh 12,02 persen," terangnya.

"Tetapi kita harus tahu, pertumbuhan yang ditopang rekontruksi memiliki persoalan yang fundamental. Pertama sebagian besar kontruksi tidak berasal dari lokal. Apakah itu besi, semen atau tenaga kerja. Jadi aliran uang itu juga lari ke tempat lain yang memiliki fasilitas itu. Tetapi ada hal yang harus kita ketahui, pembangunan infrastruktur, memiliki jarak atau locktime (proses dampak) terhadap efek pertumbuhannya itu cukup tinggi. Sehingga setelah dibangun tidak tiba-tiba langsung mendorong pertumbuhan ekonomi,"jelasnya 

Sehingga, menurutnya pemerintah harus memperhatikan segi mendasar dalam membangun infrastruktur terlebih dahulu agar pembangunan memiliki penopang dalam fungsinya. Hal tersebut, dapat didapatkan dengan menyelaraskan pembangunan secara merata di daerah sekitar titik pusat pembangunan.

"Misalnya dengan dibangunnya pelabuhan Tengkayu dibangun tentu harus diikuti dengan pembangunan di daerah lainnya. Di Malinau Bulungan, KTT, Nunukan sehingga sirkulasi barang yang tergambar di dalam aktivitas bongkar muat juga meningkat,"tuturnya.

"Katakanlah, itu dibangun dan tidak diikuti perkembangan daerah lain, yang lewat hanya itu-itu saja. Kontruksi ini hanya alat atau wadah atas aktivitas produksi dan konsumsi. Kalau aktivitas produksi di sana tidak bergerak, maka untuk ke arah konsumsi, tidak ada aktivitas apa-apa,"sambungnya.

"Logikanya begitu infrastruktur dibangun apakah itu jalan, jembatan, pelabuhan, bandara dan lain-lain. Itu harus ada pembangunan sarana produksi yang ada di daerah sekitar yang berfungsi sebagai konsumen atau pengguna infrastruktur itu. Ketidakefektivitas kontruksi dan fasilitas bisa dideteksi dari rasio dan investasi terhadap pendapatan. Jadi kalau rasio pendapatannya rendah daripada modal investasi, berarti pertumbuhan ekonominya tidak sehat," tutupnya.(*) 


0 Comments

leave a reply

Recent Posts

Hot News

Categories