TARAKAN - Semakin berkembangnya kemajuan zaman yang diikuti kemajuan teknologi dan informasi, membuat sebagian manusia setiap hari mengantungkan aktivitasnya pada teknologi informasi, baik melalui pesan suara, gambar maupun tulisan.
Namun, di tengah era globalisasi saat ini masih terdapat masyarakat yang tidak dapat memanfaatkan kemudahan tersebut. Hal itu disebabkan minimnya pengetahuan yang dimiliki sebagian kecil masyarakat, salah satunya kemampuan membaca ialah buta aksara.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Tarakan Tajuddin Tuwo mengungkapkan, sejak beberapa tahun terakhir, Disdikbud Kota Tarakan cukup kesulitan memantau perkembangan buta aksara. Selain terbatasnya fokus ke hal tersebut, lajunya perputaran imigrasi penduduk di Kota Tarakan membuat perkembangan buta aksara mengalami perubahan tidak menentu. Meski demikian, ia menerangkan dalam beberapa tahun terakhir angka buta aksara di kota Tarakan didominasi usia 40 hingga 60 tahun ke atas.
"Sejak terakhir saya menjabat sebagai kepala Disdikbud dan kembali ke sini lagi, kami masih mengalami kendala yang sama dalam mendata angka buta aksara di kota Tarakan. Itu karena keluar masuknya penduduk di sini sehingga sulit menghitung jumlah pastinya karena kebanyakan masyarakat buta huruf adalah pendatang tidak tetap," ujarnya, (25/1).
Kendati begitu, menurutnya, ia meyakini saat imi masih adanya masyarakat yang masih buta Aksara. Data Disdikbud tahun 2016, dari 20 kelurahan yang terdata, terdapat 386 orang yang masih buta aksara. Meski demikian, ia menerangkan sebelumnya belum terdapat data khusus terkait buta aksara di bumi paguntaka.
"Itu data terakhir laporan dari 2016. Tapi karena terbatasnya kemampuan sejak beberapa tahun terakhir dan kondisi penduduk Tarakan, jadi pemantauan mengalami sedikit kendala. Tapi tetap hanya dengan menerima laporan dari kelurahan," tuturnya.
Selain karena terbatasnya kemampuan melakukan pemantauan, ia menerangkan persoalan sosial buta aksara saat ini tidak sepenuhnya kewenangan Disdikbud kota Tarakan, melainkan juga merupakan wewenang Dinas sosial (Dinsos). Meski demikian, tetap melakukan koordinasi secara intens.
"Persoalan ini kan lebih ke masalah sosial dan kami memang juga lebih terfokus pada dunia pendidikan. Tapi bukan berarti kami tidak memperhatikan ini. Kami juga tetap melakukan koordinasi bersama dinas sosial dalam pemantauan," tukasnya.
Meski demikian, ia menerangkan jika jumlah buta aksara beberapa tahun lalu didominasi masyarakat pesisir yang sebagian besar terdapat di wilayah Tarakan Timur dan Tarakan Utara. Tapi sampai sekarang masih belum ada laporan jumlah buta aksara. Alasannya itu, sudah tidak ada lagi," tukasnya
Meskipun Disdikbud memiliki Program Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk meminimalisir buta aksara, namun menurutnya hal tersebut belum berjalan efektif. Mengingat sulitnya menyadarkan kelompok yang sebagian besar terdiri dari para lansia.
"Sebenarnya ada program PKBM, tapi karena terbatasnya kemampuan anggaran, sekarang juga program itu tidak berjalan intens. Itu karena harus bayar tenaga pengajar. Selama ini juga berharap sama mahasiswa yang KKN untuk dijadikan tenaga pengajar. Kalau tidak ada harus menunggu lagi. Tapi memang susah juga mengajar orang tua, kadang niatnya sudah tidak ada. Kalau pun mau, belum tentu bisa cepat mengerti karena fungsi tubuh menurun akhirnya kembali lupa huruf," tandasnya.(*)
0 Comments