HK News

Foto

Komunitas TTD Terus Mengeksplor, Demi Menjaga Identitas Tarakan

TERDAPAT di wilayah terluar pulau Kalimantan dan berada di sekitar selat Sulawesi, membuat Kota Tarakan menjadi salah satu daerah penting dalam sejarah perang dunia kedua di Asia Fasifik. Hal itu dikarenakan Tarakan menjadi salah satu pulau yang menjadi saksi bisu dahsyatnya pertempuran tentara sekutu dan tentara Kekaisaran Jepang di abad 19.

Sehingga tidak mengherankan jika kota Tarakan beribu situs sejarah perang dunia kedua baik berupa bangunan, senjata api dan bom yang masih sering ditemukan secara tidak sengaja. Oleh karena itulah Tarakan dijuluki Pearl Harbour Indonesia.

Status itulah, yang membuat kumpulan orang dari berbagai latar belakang membentuk sebuah komunitas dalam menjaga dan merawat situs-situs sejarah yang masih ada.
Berdiri sejak 2 tahun lalu, membuat komunitas Tarakan Tempoe Doeloe aktif membantu pemerintah dalam memelihara situs peninggalan dunia kedua. Hal itu dapat lihat dengan kesibukan rutinitas yang masih berjalan hingga saat ini.

"Rata-rata teman-teman TTD ini kumpulan orang pecinta sejarah, baik sejarah perang, budaya, kerajaan, termasuk peradabannya. Kebetulan latar belakang teman-teman berbeda-beda. Ada sebagai pemandu wisata, mahasiswa, wiraswasta, pengusaha dan di pemerintahan. Memang diantara teman-teman ini ada yang memiliki relasi di luar negeri khususnya dengan negara yang terlibat di dalam perang dunia kedua,"ujar Nor Fadly Juliansyah, Ketua Tarakan Tempoe Doeloe (TTD).

Atas dasar kecintaan dan semangat menjaga situs sejarah TTD semakin mendapat kepercayaan dari pemerintah pusat dan pemerintah luar negeri. Tidak jarang dalam kegiatannya, TTD menemukan benda peninggalan perang dunia yang belum ditemukan sebelumnya.

"Seiring waktu berjalan, TTD ini dipercaya pemerintah untuk membantu menghandle beberapa situs yang tidak mampu dirawat pemerintah. Karena mungkin anggaran yang terbatas. Memang pemerintah memiliki pelihara situs, tapi tidak semua situs mudah dijangkau petugas. Sehingga kami turut membantu untuk memantau situs itu masih terjaga,"tukasnya.

Meski panas dan hujan, komunitas TTD tidak pernah lelah dalam menjangkau situs sejarah perang yang berada di hutan Kota Tarakan. Tidak jarang mereka harus melewati lumpur dan berjalan menuruni bukit yang curam.

"Kegiatan kami sebenarnya mengeksplor saja, tempat itu memang sudah terdata oleh pemerintah cuma mungkin belum bisa di  maksimalkan. Kalau untuk menemukan peninggalan sejarah baru, mungkin tidak banyak hanya beberapa selongsong peluru, atau ada bekas mortir, tapi kalau tempat-tempat baru di sana seperti bangunan kemungkinannya sudah kecil, karena semua objek situs peninggalan perang dunia kedua kemungkinan besar sudah ditemukan semua,"jelasnya 

Dari pengalaman aktivitas yang dilakukan, TTD menemukan berbagai macam peninggalan situs sejarah. Salah satunya ialah lubang pertahanan yang jarang terlihat pada situs sejarah pada umumnya. Mengingat titik lubang berada di tengah hutan, sehingga lokasinya tidak dapat dijangkau masyarakat.

"Setiap bulan kami melakukan kunjungan satu titik situs bersejarah, tapi karena di daerah Gunung Selatan luas jadi cakupannya juga luas. Kalau di Gunung Selatan itu sebenarnya tidak ada objek berupa bangunan yah, memang di sana lokasi pertempuran serdadu sekutu dan Jepang. Jepang hanya membuat lubang-lubang pertahanan (bukan bunker) untuk perlindungan diri,"ucapnya.

"Lubang pertahanan atau parit pertahanan galian dan bunker memiliki perbedaan. Kalau bunker jelas  ada bangunan pintu diatasnya dicor dan diberi pintu. Istilahnya bisa dikatakan benteng bawah tanah lah. Kalau lubang pertahanan ini hanya dibuat ala kadarnya secara darurat untuk berlindung saat pertempuran,"jelasnya.

Dalam setiap kegiatan, sedikitnya pihaknya telah mendata sekitar 75 lubang pertahanan tersebut. Hal itu tidak terlepas dari bantuan informasi dari pemerintah Australia yang memberikan info titik lokasi serta informasi lain terhadap pertempuran di Pulau Tarakan.

"Kalau lubang pertahanan yang terdata itu totalnya sekitar 75 lubang. Dari informasi sejarah lubang-lubang pertahanan ini dibuat oleh jepang. Karena jepang tidak memiliki cukup waktu dan sumber daya membuat bunker, mereka hanya membuat lubang pertahanan untuk berlindung dari serangan sekutu,"tuturnya.

"Kalau kita jalan masuk ke hutan, mungkin orang hanya mengira lubang ini tempat sampah, atau fenomena alam. Karena memang lubang digali ala kadarnya dan hanya berdinding lapisan kayu. Untuk titiknya kami bekerjasama dengan Australia karena mereka mengetahui titik lokasi lubang-lubang itu,"bebernya.

"Mungkin kalau kita sedikit menggali mungkin kita menemukan selongsong peluru atau bekas granat. Sejauh ini temuan yang mengesankan itu kami menemukan peluru aktif yang ukurannya cukup panjang. Kira-kira sepanjang dari ujung jari sampai pergelangan tangan,"lanjutnya.

Dengan menemukan satu persatu situs sejarah, pihaknya hanya memasang plang pemberitahuan agar situs tersebut tidak disalahartikan warga saat ditemukan. Ia berharap, situs-situs mendapat perhatian lebih untuk mengantisipasi rusaknya situs dari fenomena alam.

"Untuk tempat yang kami temukan itu kami pasang plang pemberitahuan kalau lubang ini adalah lubang pertahanan peninggalan perang dunia kedua. Karena anggaran terbatas juga sehingga kami tidak dapat berbuat banyak untuk melestarikan situs itu,"pungkasnya.(*) 


0 Comments

leave a reply

Recent Posts

Hot News

Categories